• MUHASABAH

    Saat Status Berubah

  • KISAH ULAMA

    Shalahuddin: Pahlawan yang Dihormati Kawan dan Lawan

  • CINTA

    Aku Sebut Ini Cinta

  • HIKMAH

    Sayangi yang Ada di Bumi, Engkau Disayangi Penduduk Langit

  • KELUARGA MUSLIM

    Jalan Panjang Bernama Pernikahan

Aku Sebut Ini Cinta

0 komentar
Pagi itu, entah mengapa aku terkejut bisa melihatnya, meskipun belum terlalu yakin bahwa  itu adalah dia. Ya, seseorang yang pernah hadir dalam hidupku, seseorang yang mengubah segala hidupku. Namun dengan perasaan yang menggebu ini, segera aku alihkan pikiran-pikiranku pada hal yang lainnya, sungguh tak pantas rasanya jika aku memikirkan seseorang yang belum patut aku pikirkan.

Terik mentari siang ini cukup membuat diri menjadi gerah, ingin segera rasanya aku sampai ke rumah, kukendarai motor Mio Sporty berwarna putih kesayanganku, dengan kecepatan yang standar, 60km/jam. Traffic Light kala itu berwarna hijau, entah mengapa aku memberhentikan motorku tepat sebelum zebra cross. “tiiitt” bunyi klakson motor dari belakangku, “Astaghfirullah” kuucapkan pelan, ada apa dengan aku? Segera aku menarik pedal gas motorku.

“Afwan Ukh, nanti jangan lupa datang ya, jam 15.00 . Kalau bisa sekalian ajak Mbak Diana.” pesan singkat itu kubaca melalui ponsel bututku, Alhamdulillah… hampir saja aku tak hadir di Majelis itu, namun Ukhti Sinta mengingatkanku jika sore ini ada pertemuan Ta’lim. Aku sedikit mengeluh pada diri, mengapa aku pulang kerumah jika Ta’lim itu satu jam lagi akan dimulai? Bukannya jaraknya terlalu jauh, menempuh waktu 20menit untuk sampai ke Masjid itu, mengapa aku tak langsung singgah di Masjid itu? Ahh, mungkin ada hikmah yang belum kuketahui nantinya.

Aku melirik arloji yang mengikat di tangan kiriku, tepat pukul 15.20 aku sampai di halaman Masjid kampus ini, aku pun bertanya pada Mbak Diana, “Tumben ya Mbak, kok udah mulai, biasanya molor setengah jam!”. “katanya yang ngisi ta’lim Ikhwan dari Jawa” jawab Mbak Diana sambil meletakkan sandalnya di samping sandal yang lumayan banyak. Meskipun pemateri dari luar kota pun biasanya waktunya molor kok, mengapa Ta’lim sudah dimulai? Dan yang datang pada Ta’lim ini pun tak sedikit jumlahnya. Rasanya aku malu kalau ketahuan telat datang. Segera aku bergabung dengan Akhwat, menyalaminya seperti biasanya, dan duduk di barisan paling belakang, karena tempatnya sudah penuh.

“Siapa pematerinya?” tanyaku pada Hanah, Akhwat yang sedang duduk di sampingku, karena terlindung Akhwat yang lainnya, aku menanyakan hal konyol ini.

“Akhina Ummar!” tukasnya.

“Emm???” aku merasa kaget mendengar nama itu, aku tundukkan kepalaku, menghilangkan prasangka-prasangka.

“Assalamu’alaikum..” Tukas sang pemateri memberikan salamnya. Jantung ini merasa lebih berdetak kencang mendengar suara itu. Kulihat seseorang yang berbicara itu. Entah perasaan apa yang kurasaka; rindu, senang, takut, kecewa dan ahh bercampur aduk rasanya. Lantas kuucapkan istighfar sebanyak-banyaknya. Mengapa aku harus melihatnya lagi, cukup rasanya jika tadi siang hanya berpapasan saja dan akupun tak yakin jika itu dia. Sampai-sampai aku tak menyimak apa yang disampaikan pemateri itu. Hingga Ta’lim itu berakhir, tiada hentinya aku beristighfar.

Jam bekerku berbunyi keras, segera kumatikan alarm itu, agar tidak mengganggu orang yang sedang tidur lainnya. Jam itu menunjukkan ke angka 2. Segera aku beranjak dari tempat tidurku, melawan setan-setan yang bermain dalam diriku. Ya.. aku bisa melawannya. Kulaksanakan sunnah Rasul pada malam ini dengan tak lupa bermunajat meminta ampun kepada–Nya. Bermunajat kepada-Nya adalah cara jitu untuk menghilangkan segala resah yang ada dalam hidupku ini. Ditambah membaca ayat-ayat yang indah membuat diri seolah berada di taman bunga yang dihinggapi oleh banyak kupu-kupu.

Hari ini seperti biasa, dengan kecpatan penuh kukendarai motorku, menuju kampus tercinta, Universitas Palangkaraya. Karena aku harus menempuh waktu 15menit untuk sampai ke gedung kuliahku, kulirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku, “07.48” sedikit aku menyeletuk “ah, lama sekali di traffic light ini.

Kutolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri, melihat parkiran motor yang penuh di samping gedung kuliah ini hingga membuatku ragu untuk masuk ke dalam ruang kuliah. Namun kuberanikan diri untuk memasuki gedung kuliah. Dan ternyata sang Dosen belum datang. Hingga pada akhirnya usai sudah Mata Kuliah ini, tepat pukul 09.05, segera aku bergegas dari tempat dudukku, namun salah satu temanku berujar
“Anggi, kalo mau ke masjid ngajak-ngajak dong, kita kan mau ikutan sholat juga!” ucapnya dengan nada keras.

“Jangan teriak-teriak! Aku gak suka dengar orang teriak!” tegasku sambil sedikit tersenyum.
“Kenapa?” tanyanya sambil mengernyitkan dahi.

Aku mendekatinya, dan berbisik “Karena suaraku kecil, makanya aku nggak suka mendengar teriakan dan berteriak!” tegasku.

Kemudian setelah melaksanakan shalat sunnah Dhuha, aku bersama teman-teman mengobrol di beranda masjid, memperbincangkan kuliah, cita-cita, bakat hingga sampai pada titik yang membuatku merasa canggung pada pembicaraan ini. Ta’lim kemarin sore, yah, pembicara yang menurut mereka mengagumkan dan memotivasi sekali. Aku hanya diam mendengarkan mereka memperbincangkan itu, dan ada salah satu dari mereka yang ingin menjadi seperti pemateri itu, selalu memberi masukkan yang menggugah.

“Kalau menurutmu gimana, Anggi?” tanya Eren. Aku bingung harus berkata apa, yang jelas aku tak mendengarkan apa yang disampaikan pemateri, kemarin aku sibuk pada ingatan masa laluku, dan sibuk beristighfar.

“Anggi??” ucap Eren sambil menepuk pundakku.
“Bagus kok!” jawabku singkat. Namun tiba-tiba ponselku berdering, ahh, ini saat yang tepat untuk mengangkat telepon ini, terlihat nomor yang memanggil tak mempunyai nama di kontak ponselku.

“Assalamu’alaikum?”sapaku,
“Wa’alaikumsalam” jawabnya yang membuat tiba-tiba jantung ini berdegup kencang.
“Anggi?” tanyanya singkat.
“Iya!”

“Ini, Ummar.. Nggi..” tukasnya meyakinkanku, aku tak berbicara sedikitpun, melainkan hanya sedikit gugup dalam bereaksi.

“Insya Allah nanti malam jadi, jam 7. Ke rumah Anggi bersama Orang Tua!”
“Hah?? Maksudnya apa?” ucapku dengan terkejut
“Lho, Ibu Anggi nggak ngasih tau ya?” tanyanya lagi. Waduh.. situasi apa ini? Ada apa ini?.
Tiba-tiba sambungan telepon pun diputus ketika saling mengucapkan salam dan menjawab salam. Aku segera pulang ke rumah, dan pamit kepada teman-teman. Rasanya aku ingin bertanya pada Ibuku, mengenai hal yang membuatku bingung ini. Ada rasa gembira serta campur aduk ketika mendengar hal ini. Sehingga aku hanya bisa senyum-senyum tak jelas menyikapi semuanya.

Aku sebut ini cinta. Ketika cinta tanpa maksiat. Ketika cinta ini tak ada campur tangan dari setan-setan. Dan ketika kediaman cinta ini mendapatkan hasil. Aku teringat cintanya Fatimah dan Ali. Hihihihi, menganehkan, dan menakjubkan.

Sampai dipersimpangan yang tidak jauh dari rumah. Aku melihat mobil Avanza yang salah arah dari arah depan, aku memelankan kecepatan motorku sambil menyinggah di tepi jalan, aku pencet klakson motorku, namun mobil itu dengan kecepatan tinggi terus saja menerobos hingga akhirnya mobil itu tepat menghadangku.

“Braaak..”
Kupejamkan mata ini tanpa kesadaran dan berpasrah.
“Assyhaduanla.. ilahaa illallah.. waasyhaduanna.. muhammadar rasulullah…”



Oleh     : Reni Novita Lestari
Artikel  Dakwatuna.com

Read More »

Kerinduan yang Membuncah pada Rasulullah Muhammad SAW

0 komentar
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-Nya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-Nya.” (QS. Al Kahfi: 110)

Para ahli ilmu ini sepakat menyimpulkan bahwa syarat diterimanya suatu amal adalah ikhlas karena Allah dan sesuai dengan syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ittiba kepada Rasullullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah satu syarat diterimanya amal. 

Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang mengutus beliau sebagai pembawa risalahNya kepada umat manusia dengan seruan yang hasanah dan penuh hikmah.

Seorang manusia biasa yang merasakan sakit, lapar, haus, kantuk, lelah, dan perasaan lainnya sebagaimana apa yang kita rasakan sama adanya sebagai makhluk Allah Maha Pencipta yang menyempurnakan ciptaanNya. 

Semua sebagai hikmah bahwa Islam adalah petunjuk insaniyah yang disampaikan kepada umat dan mampu untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekadar teori sempurna yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladannya.

Paling tidak, ada dua alasan kita sebagai seorang yang berserah diri (muslim) mengikuti Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena perintah Allah, yang beliau sebagai teladan dalam mengaplikasikan Islam dalam kehidupan. Dan karena, kecintaan kita kepada beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya telah ada dalam diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Siapa sebenarnya beliau salallahu ‘alaihi wa sallam? Yang membuat ‘Ali bin abi thalib radhiyallahu `anhu yang masih muda usianya dengan yakin tidur di tempat tidur beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, pada hari ketika segerombolan algojo nan tangguh utusan dari kaum kafir di darul nadwah yang bersepakat dengan makar membunuh beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam. Makar hina yang dengan setiap kabilah mengirimkan utusan jagal terbaiknya dengan menghunuskan pedang, setiap pedang itu harus berlumur darah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak ada pembelaan dari manapun dan tidak ada yang bisa disalahkan. Tapi, ‘Ali bin abi thalib radhiyallahu `anhu tidur ditempat tidur beliau dengan yakin dan tanpa keraguan sedikitpun.

Rasulullah juga yang membuat Abu bakar As-shiddiq radhiyallahu `anhu sahabat mulia, teman seperjalanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah, ketika berada di Gua Tsur dengan sekuat tenaga dan tidak bergerak menahan sakitnya gigitan ular buas yang menggigit pergelangan kakinya karena khawatir beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang tertidur di pangkuannya akan terbangun. Hingga Rasullullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pun akhirnya terbangun bukan karena gerakan atau teriakannya, melainkan tetesan air mata menahan sakit yang menetes di pipi beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam. Serta Asma’ binti abu bakar seorang wanita tangguh dalam keadaan hamil menjaga rahasia keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dengan disiplin mengantar makanan melewati pasir panas dan cadasnya batu bukit Tsur.

Rasulullah juga membuat Thalhah bin ‘ubaidillah radhiyallahu `anhu, seakan terlupa kalau manusia bisa mati dengan sayatan pedang dan hujaman anak panah di perang Uhud. Bukan menghindar atau bahkan lari menyelamatkan diri, tapi lebih memilih menjadi tameng dengan tubuhnya karena takut kekasihnya Rasullullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terkena luka.

Rasulullah adalah yang membuat ‘Ukasyah radhiyallahu `anhu sahabat yang cerdas dan selalu bersegera dalam doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, berfikir keras untuk dapat memeluk kekasihnya shalallahu ‘alaihi wa sallam sampai saat-saat akhir, ingin menyentuh kulitnya dalam pelukan haru suasana turunnya wahyu terakhir.

Rasulullah pun yang membuat para shabat mulia yang berkumpul pada hari Jumat di Padang Arafah saat Haji Wada’ tidak mampu menahan bendungan air mata dengan turunnya ayat terakhir Qur’an sebagai penyempurna risalah dan pesan perpisahan telah tertunaikannya amanah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penyampai risalah Allah azza wa jalla.
Rasulullah juga yang membuat malaikat pencabutnya begitu sopan meminta izin masuk rumah kepada Fatimah radhiyallahu `anha yang sedang menjaga ayahnya shalallahu ‘alaihi wa sallam di detik-detik akhir. Yang membuat malaikat Jibril mulia penyampai wahyu bahkan tidak tega menyaksikan kekasihnya shalallahu ‘alaihi wa sallam merasakan sakitnya sakaratul maut.

Rasulullah yang membuat Umar bin khattab radhiyallahu `anhu menghunus pedangnya seraya berkata “tak seorangpun yang kudengar menyebut rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, melainkan ia akan aku pancung dengan pedangku ini!”, ketika berita rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat terdengar pertama kalinya. Ekspresi kesedihan yang begitu mendalam dihati Abu hafsh (bapaknya singa) yang ditakuti (Alfaruq) dengan air mata yang tak terbendung lagi. Hingga Abu bakar radhiyallahu `anhu mengingatkan dan menenangkan,

“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)” (QS Az Zumar:30).

Bahwa kematian sebagai fitrah seorang insan.

Begitu banyak kisah yang akan sulit kita hitung, betapa orang-orang disekitarnya yang begitu mencintai beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam. Cinta yang begitu tulus dan tinggi setelah kecintaan kepada mereka (radhiyallahu `anhum) kepada Allah azza wa jalla Pemilik alam semesta dan seisinya.

Yaa Allah, berikanlah shalawat kepada Nabi Muhammad sebagai hamba-Mu, nabi yang ummi. Juga kepada keluarga dan para sahabatnya serta berilah keselamatan sebanyak yang terjangkau oleh ilmu-Mu; yang tergores oleh pena-Mu, yang terangkum oleh kitab-Mu. Ridhailah yaa Allah, para pemimpin kami, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, serta semua sahabat, semua tabi’in dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka sampai hari pembalasan.
Beliau lah manusia pilihan Allah azza wa jalla pemilik alam semesta beserta seisinya. Jauh sebelum diangkat menjadi seorang Rasulullah telah memiliki akhlak mulia, cerdas, dan begitu dipercaya.

Insan yang dari awal resah hatinya hingga memilih uzlah dari kebodohan perilaku umat jahiliyah, hingga malaikat mulia merengkuh dalam peluknya yang begitu kuat bersama turunnya ayat pertama Qur’an yang penuh berkah di bulan yang penuh berkah (bulan ramadhan). Insan dengan fisik biasa yang terluka begitu parah ketika menyeru kepada agama Allah subhanahu wa ta’alla karena dilempari manusia yang jahil di thoif. Ditawari oleh malaikat mulia dengan untuk memberi azab sebagai sunatullah kepada penduduk jahil thaif, tapi justru menolak sembari berharap hidayah dan mendo’akan kebaikan. Insan yang meninggalkan kampung halamannya Makkah al Mukaramah (kampung halaman yang dicintai) bukan karena takut dengan orang kegarangan musyrikin, tapi karena perintah Allah azza wa jalla. Insan yang keseharian, kata, perbuatan, dan kejadiannya adalah qudwah (tauladan) bagi umat. 

Diabadikan sebagai pedoman menjalankan kehidupan, akhlaknya seakan Qur’an yang berjalan. Insan yang ketika tahu waktunya telah akan habis di dunia, dimanfaatkan untuk terus berpesan dan khawatir keadaan umat yang dicintainya. Insan yang ketika merasakan pedihnya sakaratul maut berharap agar umatnya tidak merasakan sedemikian. Insan yang ketika nanti dibangkitkan di hari kebangkitan yang pertama ditanyakan dan disebut adalah umat yang dicintainya. Hingga malulah diri ini sebagai umat beliau masih banyak celah dalam meneladani beliau dan mencintainya shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Insan yang renyuh hati ini (hanya mampu membayangkan) tentang perjalanan hidup beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam, penuh dengan hikmah dari Allah subhanahu wa ta’alla ajarkan pada kita.

Hingga abu bakar radhiyallahu `anhu tidak ingin absen dari setiap sunnah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam sepeninggalannya, dengan bertanya pada anak perempuannya ummul mukminin aisyah radhiyallahu `anha apalagi sunnah rasulullah yang belum ia lakukan padahal beliau adalah yang paling ittiba’. Hingga ada sahabat yang melangkahkan kaki, tempat dimana rasulullah pernah berada, dan setiap tindakan rasulullah diikutinya karena kecintaan akan sunnah dan pribadi rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Semoga Allah azza wa jalla meridhoi para ahli hadits karena kecintaannya mencatat kata dan perilaku nan mulia hingga memudahkan kita, serta mereka sebagai orang yang paling banyak bershalawat kepada nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sungguh telah datang seorang Rasul dari kaum mu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal, dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arays yang agung”. (Q.S. At-Taubah: 126-127)

“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia”

Kerinduan yang begitu mendalam kepada Mu Yaa Allah, kerinduan bersua dan berjumpa dengan wajah Mu, Ilah yang Menciptakan dan Menjaga kami. Kerinduan kami kepada kekasih kami Yaa Rabbi, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, pertemukan kami dengan nya kelak. Kami yang lemah, yang terus belajar memperbaiki kekurangan diri, yang berusaha terus taat kepada Rabb Maha Kuasa dan Maha Pengampun, yang berusaha menyempurnakan akhlak mengikuti pribadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.




Oleh     : Ridho Setyawan

Artikel Dakwatuna.com

Read More »

Sayangi yang Ada di Bumi, Engkau Disayangi Penduduk Langit

0 komentar

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ لَا يَرْحَمْ مَنْ فِي الْاَرْضِ لَا يَرْحَمْهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ –الطبراني
Artinya: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda, ”Barangsiapa tidak menyayangi siapa (yang berada) di bumi maka tidak menyayanginya siapa (yang berada) di langit”.(Riwayat Ath Thabarani, dan dishahihkan oleh Al Hafidz As Suyuthi)
Al Allamah Al Munawi menjelaskan bahwa yang dalam riwayat yang lain disebutkan penduduk langit sebagai ganti daripada siapa (yang berada) di langit.
Dalam syarh Al Hikam disebutkan, bahwa seseorang bermimpi bertemu dengan dengan saudaranya yang telah wafat, kemudian ia pun bertanya mengenai perihalnya, ”Apa  yang telah Allah lakukan terhadapmu?” Saudaranya itu pun menjawab,”Allah mengampuniku dan menyayangiku, hal itu disebabkan saat aku melalui jalanan di Baghdad dalam keadaan hujan deras, aku menyaksikan seekor kucing kedinginan, aku pun merasa kasihan lalu aku ambil dia dan kuletakkan dibalik pakaiannku.” (Lihat, Faidh Al Qadir, 6/239)




Rep: Sholah Salim


Read More »

Jangan Jadi Akhwat (Terlalu) Eksklusif!

0 komentar
Ya, jilbabmu lebar, menutup dada, dan menutup bagian belakang tubuhmu. Jelas, kau cerdas terlebih dalam masalah agama. Tentu saja, kau sudah pasti adalah seorang aktivis dakwah yang sibuk dengan agenda-agenda syuro setiap pulang kuliah. Tak heran, kau adalah seseorang yang istimewa.

Setiap hari, selain kuliah, kau sibuk berdakwah. Organisasi yang kau ikuti pun memiliki banyak kegiatan syiar dakwah di setiap minggunya. Baik di dalam kampus, maupun di luar. Waktumu dihabiskan untuk memperjuangkan Islam, menegakkan dakwah, dan berjihad di jalanNya.

Namun satu hal yang kau lupa. Kau secara tak langsung meng-‘eksklusif’kan dirimu. Kau memang eksklusif, namun yang dimaksud di sini adalah kau yang terlalu eksklusif. Pernahkah terlintas di benakmu tentang apa yang orang fikirkan tentangmu? Oh, ya, mungkin pernah. Namun, kau berfikir bahwa mereka mengganggap kau adalah gadis cantik, cerdas, dan sholehah. Cobalah sesekali kau ubah sudut pandangmu, anggap bahwa kau adalah mereka, orang-orang di luar organisasi dakwahmu.

Kesan pertama mereka adalah bahwa kau fanatik. Jujur, temanku sendiri yang mengatakan ini padaku. Terlalu fanatik dengan jilbab besarmu, menutupi sampai ke belakang hingga betismu, dan disertai gamis yang terulur di tubuhmu.

Keakrabanmu dengan teman se-‘prinsip’mu juga yang menjadi sorotan oleh mereka. Kau terlalu dekat dan hanya mau berkumpul dengan orang yang kau anggap seiman denganmu, seprinsip, dan kalau boleh aku berkata, dengan sesama akhwat berhijab lebar itu. Mereka terasingkan darimu, ukhti. Kemudian yang terjadi adalah kau yang melihat mereka sebelah mata karena anggapanmu bahwa ilmu agamamu jauh melampaui mereka. ‘afwan, kau kemudian meremehkan para perempuan diluar sana yang belum berhijab, yang sudah berhijab namun belum syar’i sepertimu, bahkan kau jauh memandang sebelah mata perempuan lain yang tidak seakidah denganmu. Astaghfirullahaladzim.

Aku sedih mendengar cerita mereka. Kau tak mau bergabung dengan mereka, bahkan ketika mereka sudah memasuki area dakwahmu pun masih kau abaikan. Mereka bilang bahwa mereka terasingkan dan merasa tidak penting ketika mereka diikutsertakan dalam kepanitiaan yang ada kelompok-kelompokmu di dalamnya. Ya, karena kau menganggap dirimu eksklusif dan kau takut ketika kau bergabung dengan mereka yang masih jauh dari syariat islam kau akan dicap sama seperti mereka.

Tentu tidak, ukhtifillah. Justru mereka yang seperti itu yang harus kau rangkul. Bergabunglah dengan mereka sesekali, buktikan bahwa kau tak se-eksklusif yang mereka kira. Kau bisa sekedar mengobrol dengan mereka, pergi ke kantin bersama mereka, atau mengerjakan tugas bareng mereka. Dengan hal ini, kau bisa melebarkan sayap dakwahmu. Kau bisa sesekali menyisipkan pesan-pesan kebaikan ketika sedang berbincang dengan mereka. Buku-buku agamamu yang kau simpan di rumah tak akan berguna bila kau simpan sendiri. Bawa buku itu ke kampusmu dan jadikan itu sebagai sarana dakwahmu. Perlahan, mereka akan mengerti bahwa kau tak seperti yang mereka kira.

Mungkin saja, mereka akan bertanya-tanya tentang bagaimana Islam yang sebenarnya kepadamu. Hingga sampai-sampai mereka akan bertanya tentang dimana kau beli khimar dan gamis yang kau kenakan, apa fungsi manset tanganmu, hingga hal-hal detail yang terlihat oleh mereka dari luar. Well, jika sudah sampai saat itu, waktunya kau untuk bersyukur dan perlahan menuntun mereka sehingga mereka bisa sampai dititik dimana kau berada sekarang. Syurga terlalu luas untuk ditempati sendiri, kan? Berbaurlah, dan ingat, jangan jadi akhwat yang terlalu eksklusif! 



Penulis : Ratih Oktri Nanda
Mahasiswi semester 2 di Fakultas Kesehatan Masyarakat sebuah PTN di Sumatera Utara. Menyukai bunga matahari dan musim panas. Sedang belajar, dan akan terus belajar.

Artikel Bersama Dakwah


Read More »

Detoksifikasi emosional Selama Ramadhan

0 komentar
Pada saat kita melaksanakan segala hal dalam Ramadhan, kita harus memastikan untuk membersihkan segala aspek dalam hidup kita.

Banyak dari kita yang sholat malam untuk memohon pengampunan, membaca Al-Qur’an dan berurai air mata, dan melakukan banyak kegiatan amal. 

Tetapi ada satu area yang harus kita perhatikan, yaitu urusan emosional. Apa pentingnya menghadapi permasalahan emosional kita? Selama kita melaksanakan puasa, sholat, membaca Qur’an, sedekah, bukankah cukup? SALAH. 

Kondisi emosional dan psikologis memberikan pengaruh yang besar pada perbaikan spiritual. Jika kita merasa depresi, tegang, menahan marah, merasa kecemburuan, saat itu lah kita berada dalam kekacauan secara emosional – fokus dan perhatian kita akan lebih terarah pada masalah-masalah sehingga kita tidak akan melaksanakan ibadah secara sepenuh hati, kita hanya terarah pada masalah-masalah kita. Untuk menjadikan diri kita bersih dari racun emosional, kita butuh detoksifikasi emosional untuk membersihkan diri dari banyaknya beban emosional yang berbahaya dan justru bisa berpotensi mematikan jiwa kita


Racun #1 Memendam Amarah/Kebencian


Apakah ada seseorang di dalam hidup kita yang menyakiti kita, membohongi kita, mencampakkan, atau memperlakukan kita dengan kejam dan kita memendam amarah? Apakah kita merasa marah dan depresi karena semua hal itu? Pada saat kita dalam kondisi ditekan oleh orang lain, kita memiliki pilihan yaitu menjadikan diri kita korban atau mengasihani diri sendiri atau sekedar menerimanya dan move-on. Kemarahan/kebencian seperti halnya koper yang berat yang kita bawa ke mana-mana, mereka akan membebani kita. Belajarlah untuk membebaskan diri kita dari kebencian dan kemarahan.

Tidak peduli betapa lengahnya kita, betapa egois atau merosotnya hidup yang dijalani, selalu ada harapan untuk membuat perubahan. Pertama-tama, maafkan kesalahan kita di masa lalu – ingatlah tidak ada batasan dari ampunan Allah-karena pintu taubat selalu dibuka.

Hadith Qudsi: “Wahai anak cucu Adam, bilamana dosamu mencapai awan di langit dan kamu memohon ampunan pada-Ku, aku tentu akan memaafkanmu.” (HR Tirmizi)

Maafkan orangtuamu, pasanganmu, saudaramu, atau siapapun yang pernah membuat kita merasa sedih. Daripada malah marah-marah, sadari lah bahwa selalu tersimpan kebijksanaan dari-Nya di dalam apapun yang kita hadapi. Merupakan hal yang sulit di dalam hidup untuk membentuk kitadan membuat kita menjadi orang yang lebih kuat. Rangkul lah masa depan dan masa sekarang agar kita bisa membebaskan diri kita secara utuh.

Siapapun yang terluka dan memaafkan, Tuhan akan menaikkan statusnya ke derajat yang tinggi dan menghapuskan salah satu dosanya. (HR Tirmizi)

Seperti halnya menonton pertandingan antara nafsu (ego) – berjuang lah untuk melawan kejahatan untuk membersihkan dan memurnikan hati kita. Atasi keinginan untuk memendam amarah/kebencian/merasakan dendam. Rasulullah SAW menginspirasi kita dalam sunnah-nya dalam hadits berikut:

“Allah telah memerintahkanku untuk mempertahankan tali silaturahmi dengan orang-orang yang telah memutus tali silaturahmi denganku, untuk memberi kepada mereka yang menjauh dariku, dan memafkan kepada orang-orang yang menindasku.”

Rasulullah dengan para sahabat telah melampaui altruism. Mereka memiliki kemurahan hati yang tidak terukur kepada orang-orang yang telah menyiksa mereka dan mereka memaafkan dan memberikan kebaikan kepada para penindas yang terburuk. Esensi dari rasa maaf yang sesungguhnya adalah melupakan. Tidak mengungkit-ungkit kesalahan masa lalu seseorang merupakan hal yang paling bermartabat dan dewasa yang bisa kita lakukan.

Coba pikirkan tentang seseorang yang telah dijanjikan surga karena dia memaafkan setiap orang sebelum tidurnya – betapa mudahnya hal itu? Tidak butuh biaya apapun, dan tidak butuh pula usaha. Kita hanya butuh keputusan untuk meaafkan.


Racun #2 Kemarahan


Kemarahan adalah emosi natural manusia yang bisa memotivasi diri kita untuk melaksanakan sebuah tindakan. Jika kemarahan tidak disalurkan secara benar, kemarahan mampu membawa kita pada masalah kesehatan dan psikologis yang serius, kekerasan, dan bahkan perpecahan. Belajarlah untuk mengontrol kemarahan kita atau kemarahan kita akan mengontrol kita.

Rasulullah SAW bersabda, “Orang kuat bukanlah orang yang memiliki kekuatan fisik yang kuat, tetapi orang yang mampu mengontrol amarahnya.” (HR Bukhari)

Beberapa hal biasanya dikaitkan dengan rasa marah. Pada saat kita menerima nasib kita dan menyadari bahwa apa yang telah terjadi pada diri kita sekarang adalah hal yang terbaik yang kita terima, maka dari itu kita akan mudah mengontrol kemarahan kita. Hal dan unsur yang terpenting dalam menahan dan menghadapi kemarahan kita adalah memiliki kepemimpinan secara emosional dan bersikap dewasa setiap saat. Akan sangat mudah dan kritis untuk sebuah kemarahan mengambil alih peraasan kita dan berhentilah untuk menyalahkan orang lain. Kita sendiri lah yang memiliki kekuatan untuk memutuskan marah atau tidak. Jika kita memiliki daftar panjang orang-orang yang mudah membuat kita marah – mulailah untuk tidak menunjukan rasa sensitif kita terhadap orang yang mudah menekan amarah kita.

Saat Rasulullah SAW ditanya soal nasihat, Rasulullah bersabda, “Jangan marah!” sampai tiga kali. Alasan Beliau menekankan agar orang-orang tidak cepat marah adalah karena kemarahan akan membawa kita kepada banyak masalah dan juga dosa. Pada saat seseorang marah, mereka akan mudah menyakiti perasaan orang lain, bergosip, menyakiti seseorang secara fisik, atau berperilaku secara merusak. Cara terbaik untuk mencegah marah adalah berhenti sejenak, ambil napas dalam-dalam, dan buatlah afirmasi positif pada saat kita berucap istighfar (meminta maaf).


Racun #3 Kecemasan


Bahaya dari merasakan kecemasan adalah saat rasa cemas tersebut mengonsumsi diri kita dan membuat kita terlarut di dalamnya. Pada saat seseorang terlarut dalam kecemasan, mereka akan sulit fokus, tidak merasa damai, atau kehilangan kepercayaan di dalam hati mereka masing-masing. Kecemasan dapat mempengaruhi keimanan seseorang dan produktivitas seseorang. Banyak kejadian orang merasa digerakan secara tidak sadar pada saat mereka merasakan kecemaasn. Banyak orang hidup dalam penyesalan masa lalu atau kekhawatiran akan masa depan yang pada akhirnya menciptakan kecemasan yang berlebihan. Satu-satunya cara untuk mencegah kecemasan adalah untuk hidup di masa sekarang. Jika kita fokus pada masa sekarang tanpa mengkhawatirkan masa lalu maupun masa depan, maka kita akan mulai merasakan nikmatnya hidup dan arti dari kehidupan. Untuk mencapainya, kita harus selalu senantiasa percaya bahwa Allah Maha Bijaksana. Apapun yang Allah kehendaki memiliki pelajaran, dan kita harus percaya pada Allah dan menerima takdir kita, dan Insya Allah kita akan dihilangkan oleh perasaan cemas. Ambil kontrol pada apa yang hendak kita ucapkan kepada diri kita sendiri, karena saat kita berbicara pada diri sendiri kita dapat membantu diri kita untuk mencapai kedamaian atau malah membawa kita pada kecemasan yang mendera. Daripada bicara, “Oh tidak, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan,” katakanlah, “Aku tahu apapun akan bekerja dengan sangat baik dan aku mampu mengatasinya, Insya Allah.”

Saya memiliki seorang klien yang memiliki disorder kecemasan yang akut, dan orang lain yang memiliki ketakutan dan telah belajar bagaimana mengatasi kecemasan mereka dan menjalani hidup yang damai. Beberapa orang mengatakan: semua hal itu ada di dalam kepalamu—jika kita berpikri akan kehilangan sesuatu itu, kita akan kehilangannya, dan jika kita belajar untuk mengontrol dan tetap tenang, kita akan dijaga dan dapat menghadapi segala macam musibah. Cara paling baik adalah untuk menenangkan hati kita dan mencari pertolongan Allah dengan cara berdoa agar lebih bersabar.

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu. (QS Al-Baqoroh 2:45)


Racun #4 Rasa Depresi


Kebanyakan orang merasa depresi karena beberapa hal tidak bekerja sesuai dengan apa yang mereka rencanakan. Mereka akan merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan untuk mengambil kontrol dalam kehidupan mereka. Jika seseorang terlibat dalam perasaan depresi, mereka akan larut dalam kesedihan, rasa putus asa, dan apati. Mereka kebanyakan justru jadi tidak mampu melaksanakan apapun untuk mereka sendiri dan mereka tidak mampu untuk berkonstribusi pada masyarakat. Depresi mengambil kontrol dalam kehidupan seseorang dan membuat mereka tidak produktif dalam berbagai cara.

Kebanyakan klien saya merasa deperesi dan cara saya membantu mereka adalah dengan cara fokus pada banyaknya anugrah yang diterima dan menambahkan rasa bersyukur dalam keseharian mereka. Pada saat mereka mulai merasa bersyukur, saya mengajarkan mereka cara untuk menerima keberadaan mereka. Tidak peduli betapa sulitnya situasi yang dihadapi, saya memberi tahu mereka bahwa ini hanyalah ujian dan mereka harus lah menerimanya untuk lulus dari ujian tersebut.

Cara paling baik untuk menghalau deperesi adalah untuk memaksakan diri kita ke dalam sebuah aktivitas bahkan pada saat kita tidak memerlukannya. Bergaul dengan teman, olahraga setiap hari, dan mengisi kelas. Cara-cara ini menjamin kita untuk menghindari spiral depresi. Cara tercepat untuk menghadapi depresi adalah dengan cara membantu mereka yang memerlukan. Semakin sering dan semakin banyak kita terlibat dalam membantu orang-orang yang kurang beruntung, kita akan semakin bersyukur pada hidup kita.


Racun #5 Rasa Pesimis


Jika kita memilih untuk menatap hidup kita dari kacamata pesimisme, semuanya akan mencegah kita dalam menghargai setiap nikmat yang kita dapatkan dan membuat kita menjadi seorang pengkomplain yang kronis, yang pada akhirnya akan membuat kita dan orang-orang di sekitar kita merasa sengsara. Pada saat kita menjadi seorang yang pesimis, kita akan mulai mencari kesalahan dari apapun dan siapapun, kita akan kehilangan harapan dan tidak antusias terhadap masa depan. Seorang yang beriman akan merasa optimis karena mereka percaya kekuatan dari Sang Pencipta dan segala hal diatur secara baik. Mereka tidak akan mempertanyakan masa lalu dan masa sekarang, karena mereka tahu Allah Yang Maha Bijaksana tidak akan membiarkan kita tersiksa. Selalu cari apapun yang baik untuk situasi kita dan perbaikiliah pola pikir kita dan carilah makna dari setiap peristiwa.

Rasulullah bersabda, “Betapa luar biasanya orang-orang yang beriman, apapun yang menimpa mereka adalah kebaikan, dan hal ini tidak berlaku pada orang lain kecuali orang yang beriman. Jika ada sesuatu yang baik menimpa mereka, mereka akan bersyukur hal tersebut adalah baik untuk mereka. Dan jika ada keburukan yang menimpa mereka, mereka akan tetap bertahan dengan kesabaran dan hal tersebut adalah baik untuk mereka.” (HR Muslim)


Racun #6 Kecemburuan


Pada saat kita merasakan kecemburuan, akan ada api yang membakar hati kita sehingga menghalangi kita dari perasaan damai dan puas. Yang menjadi permasalahan dalam kecemburuan adalah pada saat kita mulai membandingkan diri kita dengan orang lain. Perbandingan ini akan membawamu dalam perasaan yang tidak pernah berkecukupan, merasa tidak menarik, miskin, merasa tidak beruntung, dan sedih. Siapapun yang merasakan kecemburuan tidak akan mengerti konsep qadr. Allah adalah satu-satunya yang membagikan kekayaan, kesehatan, status, dan apapun; tetapi jika kita merasa kecemburuan dan berharap diri kita mendapatkan hal-hal yang lebih dari orang yang kita cemburui, maka dari itu secara tersirat kita merasa lebih dari Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang memiliki hak untuk mempertanyakan dan meragukan Allah, tetapi jika kita terus menerus mengeluh dan berpikir itu tidak adil, maka kita justru tengah mempertanyakan dan meragukan Allah.

Kecemburuan adalah penyakit hati yang harus kita atasi. Fokus pada banyaknya anugrah yang kita dapatkan dan berhentilah membandingkan diri kita dengan orang lain. Orang-orang yang harus kta bandingkan adalah orang yang lebih buruk keadaannya dari diri kita sehingga kita bisa mengisi hati kita dengan rasa bersyukur.

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahin 14:7)

Pahami lah bahwa setiap anugrah pun adalah ujian. Pada saat kita merasa tidak memiliki sesuatu, bisa jadi justru itu adalah tanda kasih sayang Allah SWT. Mulai lah menunjukan rasa bersyukur dari apa yang belum kita miliki, karena bisa jadi jika kita sudah memilikinya… kita malah justru membangkang.


Racun #7 Rendah Diri


Rendah diri dapat mempengaruhi hidup kita dengan cukup dahsyat. Jika kita tidak merasa baik tentang diri kita sendiri, kita akan merasa depresi dan kita tidak akan dapat mencapai tujuan kita. Terkadang kita bisa menjadi orang yang mengkritisi diri kita sendiri secara keras. Mulai meminimalisir pikiran-pikiran yang merusak. Setiap orang berbicara pada diri mereka sendiri sebanyak 600 kata semenitnya dan 85%nya negatif. Berikan pikiranmu sesuatu yang baik, perbaiki lah. Mulai lah berpikir positif dan kelilingi dirimu sendiri dengan orang-orang positif. Persembahkan dirimu dengan banyak kesempatan untuk mendapatkan pencapaian-pencapaian kecil dan merayakan kesuksesan.


Racun #8 Judgemental


Menghakimi orang lain bisa menjadi cara paling cepat untuk menjauhkan seseorang dari kita dan membuat sebuah jarak. Setiap kali kita melihat seseorang dari kacamata yang menghakimi, seperti mengevaluasi komitmen seseorang, cara berpakaian orang lain, bagaimana cara seseorang memilih model hijab dan aktivitas yang digelutinya, akan menciptakan sebuah pembatas. Seseorang yang kita hakimi tentunya akan sangat menolak apa yang kita ungkapkan dan mereka akan memberikan emosi negatif mengenai diri kita dan Islam. Cara efektif untuk merepresentasikan Islam adalah dengan cara menerima dan tidak menghakimi orang. Jangan lihat cloning spiritual diri kita dan melabelkan orang lain pecundang. Berusahalah sebaik-baiknya untuk menerima dan bertoleransi pada semua orang.

Sayangnya, semakin seseorang menjadi religius, justru membuat mereka semakin kritis dan menghakimi. Sangat memalukan dan menyedihkan jika kita merasa sombong karena merasa lebih religius daripada orang lain. Padahal menjadikanmu religius adalah bentuk kasih sayangnya karena membiarkan kita berada di jalan yang benar, dan Allah dapat mencabut semuanya dari dirimu secara instan jika kita terus melihat seseorang lebuih rendah dan bahkan membuat mereka akan jauh dari Islam dengan cara-cara kita yang kasar dalam menghakimi seseorang.


Racun #9 Berhubungan dengan Racun


Ada beberapa orang yang berhubungan dengan kita yang bisa menjadi racun untuk hidup kita. Orang-orang ini biasanya pesimis, tidak pedulian, atau benar-benar tidak memiliki tujuan dalam hidup mereka. Semakin sering menghabiskan waktu berasma orang-orang seperti ini, pelan-pelan kita akan terpengaruh oleh racun mereka dan terinfeksi seluruhnya. Cobalah hindari mereka dan batasi waktu untuk bergaul dengan mereka. Atau seimbangkan pengaruh negatif dari mereka dengan menyempatkan diri bergaul dengan orang-orang positif dan berkomitmen dalam hidup mereka. Jika orang-orang seperti ini adalah anggotal keluarga kita, cobalah untuk memahami bahwa ada kebijakan hidup mersama mereka dan batasi waktu bersama mereka tanpa harus menghindari mereka.


Racun #10 Kebencian


Jika kita memiliki racun di dalam hati kita, sebaiknya bersihkan perasaan-perasaan itu di Ramadhan. Menyimpan perasaan benci akan mengeluarkan racun dalam diri kita, membunuh semangat, dan membuat kita menjadi orang yang sinis. Pahami alasan di balik kebencian kita dan berusahalah sebisa mungkin untuk mengatasi perasaan kebencian ini dengan menerima takdir kita dan percaya pada rencana-rencana Allah. Ingatlah, pada saat kebencian mereda, di sana lah penyembuhan dimulai. Isi lah hati kita dengan cinta dan berdoa pada orang-orang yang tidak disukai agar kita mendapatkan hati yang lembut dan pahala.

Jadikanlah hal-hal ini sebagai tujuan pada Ramadhan, singkirkan racun-racun tersebut dengan melakukan detox emosional sehingga hati kita akan benar-benar bersih dan siap untuk menghadapi sisa tahun ini. Jika kita berusaha untuk menyingkirkan racun dari salah satu racun tersebut, kita akan memperbaiki diri kita lebih baik keseluruhan secara spiritual dan emosional selama kita terus memperbaiki hubungan kita dengan orang-orang, Insya Allah.



(diterjemahkan dari http://muslimmatters.org/2013/08/04/emotional-detox-during-ramadan/)

Read More »

Shalahuddin: Pahlawan yang Dihormati Kawan dan Lawan

0 komentar
BUKU “Shalahuddin al-Ayyubi dan Perang Salib III” menghangatkan ingatan kita tentang salah satu pahlawan yang paling banyak dikenang dalam Sejarah Islam.

Banyak orang yang mungkin bertanya-tanya, apa yang menyebabkan Shalahuddin begitu dikenang oleh sejarah. 

Pembebasan al-Quds dan kemenangannya dalam banyak pertempuran? Tentusaja semua itu penting.Tetap ia dan banyak hal lainnya yang membuat tokoh ini begitu dicintai oleh masyarakat Muslim di jamannya serta dihormati oleh musuh-musuhnya.

Melalui buku ini, pembaca akan dapat memahami serta merasakan kesan yang kuat, bahkan mungkin mereka sendiri akan jatuh hati, pada karakter sejarah yang sangat menarik ini.

Sebenarnya, bukan sedikit buku-buku tentang Shalahuddin yang telah dipublikasikan.Namun, setiap penulis mempunyai gaya dan pendekatan sendiri dalam menuangkan tulisannya.

Saat membaca buku ini, pembaca mungkin akan merasakan bahwa penulisnya sedang mengajak mereka untuk menjadikan kisah Shalahuddin sebagai sebuah refleksi atas berbagai problematika ummat yang ada pada hari ini.

Sebagaimana ummat pada hari ini, generasi Shalahuddin juga menghadapi beberapa persoalan penting yang mirip, yaitu perpecahan madzhab yang serius, konflik kenegaraan antara Sunni dan Syiah, dan dikuasainya al-Quds serta wilayah sekitarnya oleh non-Muslim. Yang membedakan hanya kenyataan bahwa ummat pada hari ini dalam kondisi yang lebih lemah dan tanpa naungan Khilafah.
Shalahuddin dan generasinya mampu menjawab persoalan-persoalan pada jamannya dengan sangat baik.Kita pun dapat belajar dari kisah Shalahuddin di dalam buku ini untuk kegunaan masa kita sekarang ini.

Buku ini dapat dikatakan merupakan kelanjutan dari buku yang diterbitkan oleh Zikrul Hakim sebelumnya, juga oleh penulis yang sama, yaitu Nuruddin Zanki dan Perang Salib. Walaupun demikian, ada bagian yang sedikit berulang diceritakan secara lebih detail di dalam buku ini.Hal ini tampaknya ditujukan untuk menjelaskan latar belakang dan awal karir Shalahuddin yang hanya disebutkan sekilas pada buku sebelumnya.

Dari judulnya terlihat seolah-olah buku ini sebagian besarnya bercerita tentang Perang Salib III serta peranan Shalahuddin di dalamnya.Namun, sebenarnya kisah Perang Salib III hanya diceritakan pada sepertiga bagian terakhir saja dari buku ini.Buku yang terdiri dari tiga bagian ini berisi tentang biografi Shalahuddin sejak dari kelahirannya, perjalanan hidup, jihadnya, hingga wafatnya.

Lewat buku ini kita dapat melihat bahwa kemenangan militer ternyata tidak hanya ditentukan oleh kekuatan dan strategi militer semata, tetapi juga oleh hal-hal di luar aspek militer, terutama nilai-nilai keagamaan serta peranan dakwah dan lembaga pendidikan.

Ada banyak informasi menarik yang disajikan di dalam buku ini, misalnya kelompok Assassin yang dituliskan secara khusus dalam satu bab tersendiri. Kelompok yang pernah dua kali berusaha membunuh Shalahuddin, tetapi gagal, ini merupakan momok yang menakutkan banyak orang pada masanya.Hal ini karena kemampuannya dalam melakukan penyusupan dan pembunuhan terhadap tokoh-tokoh penting di dunia Islam, dan juga Kristen.

Proses jatuhnya Dinasti Fatimiyah di Mesir hingga dihapuskannya kekhalifahan Syiah Ismailiyah itu dibahas dalam beberapabab.Demikian pula, Pertempuran Hattin, penguasaan kembali al-Quds oleh Shalahuddin, hingga terjadinya Perang Salib III dijelaskan dengan gaya bertutur yang mengalir dan terperinci. Adanya ilustrasi, peta, serta biografisingkat tokoh-tokoh terkait menjadi daya tarik tersendiri dari buku ini.

Pada akhirnya, sungguh saying jika buku ini dilewatkan untuk dibaca, khususnya oleh para penggemar buku-buku Sejarah. Ini agak berlebihan, tapi memang rasanya kurang lengkap jika kaum Muslimin tak menjadikan buku ini sebagai referensi keluarga.*/Ibnu Hasan



Artikel Hidayatullah.com

Read More »

KH Kholil Ridwan: “Partai Islam Lebih Baik dari Partai Sekuler, Umat Islam Jangan Golput”

0 komentar
DALAM ceramahnya di depan aktivis-aktivis Indonesia Tanpa JIL Depok, 5 April kemarin, KH Kholil Ridwan menyatakan bahwa Jakarta adalah kota Islam yang direbut oleh Fatahillah dari penjajah Portugis.

Jakarta tidak layak dipimpin oleh pemimpin kafir. Saya sebagai orang Betawi asli, tidak terima.”

Jakarta menurutnya berasal dari Jayakarta yang diambil dari istilah dalam Al Quran ‘fathan mubiina’.

Pimpinan Ponpes Husnayain ini mengharapkan agar para mahasiswa atau pemuda mempunyai ruh jihad.

“Karena hidup adalah aqidah dan jihad,”terangnya dengan semangat.

Kholil yang sudah lima puluh tahun bergelut di dunia dakwah, mengharapkan agar dakwah jangan diartikan dengan sekedar ceramah saja. Dakwah mesti menyentuh ke semua sektor. Ekonomi, politik, budaya dan lain-lain. Dakwah bertujuan untuk memuliakan Islam dan kaum Muslimin.

Karena itu Ketua MUI ini mengharapkan umat Islam tidak golput. Kekurangan-kekurangan yang ada pada partai Islam, jangan kemudian partai Islam dibuang. Bagaimanapun partai Islam masih lebih baik dari partai sekuler.

Karena itu ia mengingatkan, “Mereka membawa ideologi sekuler, ideologi Kristen dalam kertas suara, mengapa kita tidak?

Ini adalah perjuangan tanpa senjata untuk menegakkan syariat Islam. Pilih PPP, PBB atau PKS. Perjuangan ada perjuangan pendek dan perjuangan panjang.” [izza/Islampos]



Artikel Islam Pos

Read More »